“Ya dia yang disitu..”aku binggung kenapa semua orang melihat kearahku?
“emm, ada apa ya? “ tanyaku dengan jatung yang berdebar-debar karena takut.
“gak ada apa-apa cuman aneh aja kok ada gembel yang ke perpustakaan sebesar ini” ejek perempuan dengan rambut keriting gantung yang kelihatannya anak kuliahan. Meskipun sakit hati aku berusaha diam dan tidak memikikan apa yang di katakannya tadi. Aku tergesah-gesah mengembalikan buku yang ku baca kedalam rak buku tempat yang sama saat ku mengambilnya. Ku coba melirik ke arah sekelompok anak remaja yang melihat ke arahku tadi dan setelah mengetahui dia tidak mengawasiku akupun keluar dari perpustakaan umum kota ini.
“ttiiin-tiinnnn.. “ terlihat ayahku dengan sepeda motor tua pinjaman dari tetangga di tempat kos kami. “ayo nak kita pulang” ajak ayah.. “maaf ayah, tapi aku mau pergi ke rumah tika mengerjakan tugas sekolah bersama” ucapku dan kemudian ayah menghantarkanku ke rumah tika.
Kenalkan namaku putri alina gadis desa dengan mimpi yang begitu tinggi hingga aku dapat masuk di sekolah menengah atas di kota besar tanpa biaya. Aku bukan orang kaya ataupun orang cerdas. Aku masih merasa kurang di banding murid-murid di sekolah ini yang pada dasarnya memang sudah terdidik mulai awal. Namun aku selalu berusaha melakukan yang terbaik demi masa orangtuaku di desa agar kami dapat hidup secara layak.
Aku dapat pergi ke kota ini karena bantuan dari guruku yang di pindah tugaskan menjadi guru di kota. Meskipun berat meninggalkan orangtua akupun mengikuti mimpiku dan aku berharap ini menjadi awal yang baik untuk masa depanku. Saat ini aku dapat membawa ayah dan ibuku menemaniku di kota meskipun kami belum memiliki rumah tetap. Setiap hari libur aku bekerja di rumah tika untuk bersih-bersih dan membantunya mengerjakan tugas.
“darimana lin? “ tanya mama tika yang sudah memberiku pekerjaan selama 8bulan yang lalu.
“itu tante tadi habis dari perpustakaan nyari tugas yang kelompok dari sekolah kemarin” jawabku sambil melepas sepatu.
“ohh.. yaudah kamu makan dulu gih uda tante siapin di dapur.”
“iyya tante makasiihh “ jawabku dan aku menuju ke dapur untuk mengambil makanan. Disini aku sudah di anggap sebagai saudara meskipun aku di bayar. Keluarga tika sangatlah baik dan peduli hingga aku merasa seperti berada di keluarga sendiri.
“assalamualaikum lina” sapa mas rudi kakak tika dengan senyum menggoda.
“waallaikumsallam, eh mas rudi sudah pulang kuliah mas? “ tanyaku kaget setelah melihat mas rudi duduk tiba-tiba di samping sofa yang ku duduki. Mas rudi memang sangat iseng namun baik hati dan tak jarang dia menggodaku setiap aku kesini.
“iyya nih lin, dosen gak dateng yaudah gue tinggal aja” jawab mas rudi sambil meminum segelas air minumku. Dan kemudian tika turun dari kamar menuju ke ruang tamu dimana mas rudi sedang duduk di sampingku.
“eh mas, dateng-dateng malah godain gebetanmu, di cari mama loh, sana-sana!!” ujar tika sambil menarik kakaknya yang memang sangat genit itu.
“dahhh lin, tunggu gue ya..” goda mas rudi sambil mengikuti tika yang mungil menuju ke teras.
Aku kembali menunggu tika sambil tersipu karna tingkah mas rudi. Siapa yang tak suka dengan laki-laki berpendidikan, atlet, kaya, baik dan tampan seperti mas rudi. Namun karena aku menghormatinya jadi aku mencoba menganggapnya sebagai kakak sendiri, toh dia juga mungkin menganggapku sebagai adik saja.
“woy lin, jangan ngelamun, yok ngerjain tugas” gertak tika dan kemudia kami mengerjakan tugas bersama.
Setelah aku naik kelas 3 SMA kini aku semakin rajin, tabunganku selama SMA dan uang hasil penjualan rumah serta sawah di desa cukup untuk membeli rumah sederahana di kota. Ibu kini berjualan makanan keliling dan ayah menjadi tukang sapu jalanan, namun aku bangga akan jerih payah orangtuaku. Aku masih tetap berhubungan dengan tika meskipun aku sudah tidak kerja di rumahnya lagi. Saat ini ada kemajuan di hidupku, aku membuka tempat les untuk anak sd hingga sma bersama beberapa temanku dan hasil bagi tiap anak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aku melakukan hal ini dengan senang hati dan ikhlas meskipun kadang bayaran tak menentu.
Masalah hubunganku dengan mas rudi kini berlanjut, kami sering berkomunikasi lewat sms semenjak orangtua tika membelikanku handphone di usiaku yag ke 17. keluarga tika tahu jika mas rudi sering sms'an denganku karena mas rudilah yang membelikanku nomer dan mas rudi yang memberikan kadonya di malam ulang tahunku. Terkadang aku merasa aneh dengan perasaanku sendiri. Namun aku mengerti belum saatnya aku memikirkan hubungan aneh ini.
Semester dua mejelang ujian nasional aku sangat pusing dengan tugas-tugas serta masalah tempat les yang aku dirikan namun aku tetap menjalankan itu hingga 1 bulan menuju unas di berhentikan sebentar agar kami dapat fokus pada ujian dahulu. Beberapa univesitas sudah menawariku untuk berkuliah disana. Kebanyakan universitas elit yang menakutkan untuk gadis berpakaian kaus usang sepertiku. Namun akhirnya aku masuk di universitas negeri yang sama dengan mas rudi jadi aku bisa sedikit tenang memiliki kenalan yang ada di kampusku.
“lina, besok awal ospek kamu berangkat bareng aku aja ya? “ ajak mas rudi saat bertemu denganku di SMAku.
“gak ngerepotin ta mas?” tanyaku dengan segan
“gapapa kok dek, lagian aku lagi ada perlu juga ke kampus besok pagi”
“okedeh mas, makasih ya “ ucapku tersenyum sambil membawa buku-buku yang terlalu berat jika ku masukkan di tasku. Kami mengobrol lama sekali hingga akhirnya kami menemukan tika yang kecapekan membantu pak sodik memprogram komputer sekolah. Tika mengambil kuliah di luar kota sedangkan aku tetap di dalam kota ini bersama mas rudi yang membantuku. Tak ada hentinya tika menggodaiku karena memilih kampus yang sama seperti mas rudi.
Setelah ospek selesai dan akan mulai pelajaran, aku menggambil kuliah senin,rabu,kamis sedangkan mas rudi senin,rabu,jum'at. Kami tidak satu jurusan, aku jurusan kimia sedangkan dia kedokteran. Aku tak tahu kenapa kuliah terasa santai daripada usahaku di jenjang SMA dulu, namun aku berusaha memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Hingga aku melewati semester awal dengan baik. Saat libur membuat skripsi tika mengundangku ke acara ulangtahunnya dan inilah hari yang sangat membahagiakan buatku.
Sore itu aku memakai gaun pemberian tika yang memang wajib digunakan jika dia ulangtahun, dan aku menepati janji untuk mematuhi semua permintaannya saat dia ulangtahun. Ibuku memujiku denga beribu-ribu kata dan ayahku mendukungnya. Baru kali ini orangtuaku berkali-kali berkata “kamu sudah dewasa cantik, jaga diri baik-baik dan nikmatilah kehidupanmu” aku sedikit bingung dengan kata-kata itu dan kemudian mobil vios merahpun berhenti di rumahku. Ayah bersemangat membukakan pintu.
“selamat bersenang-senang cinderella, jangan lupa kado dari ayah ibu di sampaikan ke tika ya nak” goda ayah sambil cengar-cengir. Kemudian kulihat di depanku wajah rupawan itu dan kutahu dia sudah menunggu.
Gaun merah merona ini membuatku deg-degan, badanku terasa dingin karena baru pertamakali aku berdandan semewah ini. Dan aku berjanji akan membalas tika karena membuatku setakut ini. Aku sangat takut melihat kaca, bahkan melihat lelaki di sampingku ini. Aku tak perduli dengan pujian orang aku hanya takut mereka menertawakanku saat tiba nanti. Tanpa banyak bicara aku langsung masuk ke dalam mobil tanpa mengintip lelaki yang pastinya sudah aku kenal.
“kamu cantik lin malem ini.. “ puji mas rudi dengan yakin tanpa ada nada bercanda dalam ucapannya seperti hari-hari biasanya. Jatungku terasa berdebar-debar hingga aku takut mas rudi mendengarnya.
“ini janjiku ke adikmu yang cerewet itu mas, kalo gak di turutin setannya keluar nanti” balasku sambil menyalakan radio supaya santai.
“tapi serius deh, adekku itu pinter banget nyuruh aku njemput putri cantik ini” canda mas rudi, kemudian aku mencubit lengannya dan kami tertawa bersama di dalam mobil hingga ketegangan yang aku rasa tadi mereda seiring tawa kami.
-BERSAMBUNG-